Jumat, 30 Juli 2010

GERBANG INTELEKTUAL MAHASISWA

A D L A N

''Asal Pongkowulu''

(Generasi Intelektual Muda)’’ BUTUR’’

Intelektual adalah gerak bebas seorang terbang seperti burung. Arah terbang mereka hanyalah pada fakta dan prinsip-prinsip kebenaran. Intelektual sejati akan bertindak secara rasional, lebih mementingkan akal daripada perasaan, obyektif, punya integrated pesonality hingga sanggup menyatakan benar dan salah tanpa pandang bulu. Shill (1972)

Mahasiswa sebagai ujung tombak generasi muda, sekaligus calon intelektual bangsa, mempunyai peranan signifikan dalam pergulatan kehidupan berbangsa dan bernegara. Peranan tersebut, mensyaratkan mahasiswa untuk mempersiapkan bekal, untuk mengarungi kehidupan di tengah-tengah kampus dan masyarakat secara umum, dengan mengasah taring intelektual danwawasan. Realita hari ini, dipundak mahasiswa bergelayut tugas untuk berpartisipasi, dalam merenovasi bangsa dan negara dari badai krisis ekonomi, sosial, politik, kredibilitas, telah meruntuhkan sendi-sendi utama penyokong keberlangsungan kehidupan masyarakat Indonesia. Lantaran itu, tak ada waktu bagi mahasiswa untuk berleha-leha dalam menjalani pelbagai aktivitas, bahkan mahasiswa dituntut untuk selalu bergelut dengan kreatifitas dan membangun daya intelektual.

Dalam konteks Indonesia kekinian, persoalan tengah menyerang mahasiswa hari ini adalah kian menipis sense of intellectual: sebuah instrument primer, tanpa hal itu menjadikan tumpul pisau pendobrak suatu perubahan. Karena itu, penguatan sense of intellectual menjadi sebuah keniscayaan dalam kiprah mahasiswa untuk merealisasikan peran sebagai agen of change. Sense of intellectual ini, perlu ditransformasikan kepada intellectual tradition (tradisi intelektual). Tak bisa dinapikkan, bahwa aktivitas menulis merupakan salah satu gerbang menuju tradisi intelektual bagi mahasiswa. Sejak dulu, tokoh dan intelektual bangsa Indonesia, banyakterlahir dari tradisi menulis. Sebut saja, Soekarno, Bung Hatta, M.Natsir, Amien Rais, dan lain-lain.

Mengkritik, mengapungkan wacana, melambung gagasan-gagasan cemerlang, serta membangun suatu propaganda merupakan hal biasa bagi penulis. Jangan heran, jika seorang penulis dapat memberikan sumbangsih saran bagi kepentingan bangsa dan negara atau menghujani kritikan tajam kepada sang presiden. Di sinilah, terletak posisi istimewa bagi seorang penulis. Berbicara dalam tataran kemahasiswaan, dalam membangun tradisi menulis,bagi mahasiswa ada beberapa manfaat dapat dipetik. Pertama, meneguhkan aktivitas menghapal dan pengingat paling dahsyat dari objek terbaca, terdengar dan terlihat. Bahkan, lewat aktivitas menulis kita dapat memberdayakan rasio untuk menyadur bahasa buku, bahasa mata dan bahasa pendengaran dengan bahasa ungkap kita, agar lebih mudah dipahami. Selain itu, dalam menulis otak diberdayakan buat berpikir dan tangan dilatih untuk senantiasa mencatat buah pikiran. Kerja sama kedua organ tubuh tersebut semakin menajamkan memori, dan bisa menjadi bekal dan pembendaharaan wawasan. Dengan demikian, suatu kewajaran mensosialiasasikan tradisi menulis sebagai salah satu gerbang menuju intelektual bagi mahasiswa.

Kedua, dapat memperkaya referensi bacaan bagi mahasiswa. Menulis tanpa

referensi bacaan, akan menghasilkan sebuah karya tulis terkesan kering kerontang dan relatif tak mampu meninabobokan pembaca. Padahal,

kekuatan dan ketajaman sebuah tulisan tak terlepas dari aktualitas isu serta kekayaan data, sebuah perpaduan antara reform (pembaharuan) dan novelty (kebaruan). Ketiga, terbudayakan tradisi diskusi bagi mahasiswa. Belakangan, aktivitasdemonstrasi merupakan fenomena mendandani potret mahasiswa sebuah pilihan sikap sedang ramai dan digemari mahasiswa. Hal ini, berdampak pada diskusi-diskusi ilmiah terlihat sepi dan tak diminati. Untuk mengembalikan elan vital potret mahasiswa sebagai kaum intelektual. Tradisi diskusi merupakan hal krusial untuk digalakkan kembali. Terkait dengan aktivitas menulis, diskusi merupakan ajang inspirasi untuk menggali informasi, dalam membangun tulisan-tulisan utuh dan bernilai. Selain itu, penulis mencermati ada beberapa hal perlu disikapi bagi mahasiswa atau pihak kampus (birokrasi kampus) agar semangat mahasiswauntuk menekuni dunia penulisan tetap menggelora. Pertama, penghargaan setimpal atas karya terlahir dari tangan dingin mahasiswa. Secara jujur, selama ini tak ada langkah tertentu bagi pihak kampus terutama bidang pengembangan sumber daya mahasiswa untuk memberikan tempat tersendiri bagi kalangan penulis mahasiswa. Kita ketahui, kesibukan mahasiswa dalam mengarungi pelbagai aktivitas seperti, perkuliahan, organisasi dan lain-lain. Menyempatkan diri untuk menghasilkan karya dalam bentuk tulisan adalah sebuah barang mewah, untuk tidak mengatakan langka. Dalam artian, sangat berharga dan harus menjadibahan perhatian tersendiri bagi kalangan kampus.

Untuk mendukung hal ini, perlu sebuah apresiasi serius, baik berupa dukungan materil ataupun moril. Tanpa ada dukungan tersebut, kemampuan dan kemauan menghasilkan karya tulis bakal lindap diterkam oleh ritualisme perkuliahan nan jauh dari wacana serta tradisi intelektual. Selama ini, suatu kondisi dan suasana menghiasi kiprah mahasiswa di negeri ini.Kedua, membangun relasi atau jaringan dengan pihak penggiat media massa. Bagi mahasiswa, sebuah karya bernilai perlu disosialisasikan ke tengah-tengah khalayak. Berarti, membutuhkan instrumen sosialisasi lewat media media cetak, baik bersifat lokal maupun berskala nasional. Karena itu, membangun hubungan harmonis atau relasi simbiolik dengan pihak media massa bakal memperlancar sosialisasi sebuah karya ke tengah publik. Ketiga, berupaya menggalakkan kembali pers mahasiswa. Aktivitas pers mahasiswa memiliki andil cukup besar dalam memperkuat citra intelektualitas mahasiswa dalam mengusung ide-ide perubahan. Di penghujung tahun 60-an, pernah muncul media massa mahasiswa ternama "Mahasiswa Indonesia". Dimana, Mahasiswa Indonesia mampu berperan sebagai corong mahasiswa dalam menyuarakan aspirasi rakyat secara bebas dan tegas. Sangat disayangkan, sekarang ini pers mahasiswa tengah dilanda kevakuman dengan pelbagai hal melatarbelakangi. Untuk itu, kalangan kampus harus turut mendukung materil maupun moril untuk merevitalisasi serta mempertahankan eksistensi pers mahasiswa. Pers mahasiswa mewujud sebagai locus visi intelektual dan ilmiah relatif sempurna untuk tahap awal.

Beberapa poin percikan ide sederhana diatas, semoga dapat berkontribusiuntuk menggugah dan menggalakkan tradisi menulis dikalangan mahasiswa. Sebuah catatan krusial bagi The Elite Minority (baca: mahasiswa), bahwa tradisi menulis merupakan salah satu gerbang menuju jembatan intelektual, sebagai bekal dalam melangkah untuk meraih masa depan cemerlang. Wallahu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar